Sabtu, 09 November 2013

Pelajaran dari Ampul Mikroba


Di dunia perkuliahan anak-anak teknologi pangan pasti udah gak asing lagi sama yang namanya mikroba. Makhluk kecil nan unyu-unyu ini memiliki efek luar biasa buat dunia. Di tempat penelitianku, mikroba-mikroba disimpan dalam bentuk kering (serbuk) dalam sebuah wadah kaca bernama ampul. Tiap kali mau pake mikroba itu, kita harus pecahkan wadah kacanya pada posisi yang tepat dan gak sembarangan sehingga si mikroba bisa kita taburkan ke media fermentasinya, istilahnya… inokulasi.

One day, aku harus pake mikrobaku dan aku gak bisa caranya mecahin ampul (kacanya lebih tebal dan diameternya lebih besar dari ampul-ampul lainnya). Yang bisa mecahin ampul mikrobaku cuma satu orang laboran, dan dia lagi gak ada. Ceritanya, lagi gak ada laboran sama sekali di lab, lagi rapat lamaa. Sebelumnya aku cuma dikasi liat teknik mecahin ampul itu. Lalu, dengan terpaksa, kupraktekkan.


Ampul mikroba yg udah disayat-sayat buat pecahinnya

Aku harus bikin satu garis melingkar di ampul itu pake alat pemotong kaca ampul. Garisnya harus tepat di bagian atas leher ampul. Lima belas menit berlalu dan aku udah bikin tiga pola garis (*alay). Tibalah saatnya aku mematahkan ampul itu pas di bagian pola garis yang aku buat (yang garis terakhir).

Lima menit berikutnya aku coba matahin ampul, hasilnya, nihil. Ampulnya gak bisa patah. Aku coba di pola garis kedua, juga gak bisa. Sambil desperate, akhirnya aku coba di garis pertama yang aku buat tadi. Tiba-tiba… jekleeekk!! Berantakan pemirsaa… Ampulnya emang patah, tapi serbuk mikrobanya langsung berceceran semburat, di luar Laminar Air Flow-meja gak aseptis lagi. Kontaminasi.

Akhirnya aku ambil ampul mikroba yang baru dan bikin garis melingkar lagi buat matahinnya. Kali ini dengan penuh penghayatan, lebih dari lima menit bikin garisnya. Bersiap di dalam Laminar Air Flow-meja kerja yang steril dan aman, aku patahkan pas di pola garisnya.

Dan gak bisa.

Semakin putus asa saja, bung.

Tapi ini harus dipatahkan, supaya aku bisa ngelanjutin penelitianku sekarang juga.



*hening* Apa yang salah?




Pola garis sudah tepat. Ampulnya nakal. Atau mungkin tekniknya.
Ya, tekniknya: kerjakan dengan hati, santai, tapi bertekun dalam doa.
Setelah dilakukan teknik seperti itu.. ampulnya beneran patah. Hallelluya! Alhamdulilah.. Puji Tuhan!

Tapi dia gak patah pas di garisnya. Sedikit di luar garisnya, setengah sentimeter di atasnya persis. Dan dipatahkan dengan mudahnya.

Terkadang kita terlalu asik dengan dunia kita sendiri. Sibuk mengejar cita-cita atau keinginan kita. Ketika keinginan itu susah tercapai kita seringkali merasa sebel, capek, putus asa, dan menyalahkan keadaan tapi lupa melihat diri sendiri, malah merasa kalo diri kita ini udah bener. Termenung. Hening. Galau. Lalu lupa bahwa ada kuasa yang bernaung di atas kita, kuasa Tuhan yang berkuasa atas segalanya, termasuk pergumulan kita. 

Bagaimanapun kondisinya, mengingat Tuhan adalah salah satu hal wajib. Menggariskan kehidupan juga gak bisa sembarangan semau kita. Pertolongan dan hikmat dari Tuhan itu penting banget dalam segala hal yang kita kerjakan. Kita kadang gak mengerti mengapa Tuhan mengijinkan sesuatu terjadi baik itu buruk ataupun baik. Malah kadang kita gak bisa menelaahnya dengan logika kita.

Walau apapun yang terjadi di sekeliling kita gak bisa kita pahami, mungkin saat itu memang tidak dimaksudkan untuk dimengerti oleh kita. Atau mungkin tidak sekarang kita dapat mengerti segala sesuatunya. Tapi Tuhan memberikan janji pada kita, bahwa apapun yang dirancang-Nya untuk kita, akan indah pada waktunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar