Selasa, 15 Maret 2011

Pengertian Anti-Tripsin Atau Penghambat Tripsin Dan Efek Pengolahan Makanan Terhadap Anti-Tripsin


  1. Pengertian

Sebagai salah satu senyawa anti-gizi, antitripsin merupakan kelompok penghambat enzim, yang secara luas dapat didefinisikan sebagai substansi yang dapat mengurangi aktivitas enzim.
Secara in vivo, suatu substansi dapat menurunkan aktivitas enzim melalui beberapa cara, antara lain:
a.       mempengaruhi pengikatan dan transformasi substrat menjadi produk
b.      menjadikan substrat tidak tersedia.
c.       mengganggu biosintesis enzim.
d.      meningkatkan kecepatan pergantian/ perputaran enzim
e.       mempengaruhi hormon, yang dapat mempengaruhi level aktivitas enzim.
Penghambat tipe pertama merupakan yang paling banyak terdapat dalam bahan makanan.
Antitripsin mungkin merupakan penghambat enzim proteolitik yang paling banyak tersebar pada berbagai tanaman dan hewan. Legum dikenal mengandung banyak konstituen anti-gizi, antara lain penghambat tripsin dan fitat.
 Senyawa ini dapat mempengaruhi penggunaan protein dan metabolisme di dalam tubuh. Anti tripsin yang terdapat pada kedelai mentah dapat menekan pertumbuhan, mengurangi daya cerna protein, menyebabkan pembengakakan pankreas, mendorong hyper dan hypo sekresi enzim-enzim pankreas, menaikkan kebutuhan asam amino yang mengandung sulfur dan menekan penyerapan lemak. Pengaruh ini saling berhubungan satu dengan lainnya (Rackis, 1966, 1972, 1974; Wolf dan Cowan 1977; Collins dan Beaty, 1980).


  1. Jenis Anti-Tripsin

Terdapat sekitar lima atau enam jenis inhibitor protease yang diidentifikasi terdapat dalam kacang kedelai dan yang banyak dipelajari adalah yang pertama kali diisolasi dan dikarakterisasi oleh Kunitz pada tahun 1945 dan oleh karena itu disebut inhibitor Kunitz.


  1. Dampak terdapatnya penghambat tripsin
Anti tripsin, merupakan senyawa anti gizi yang umum terdapat pada kacang-kacangan. Senyawa ini dapat mempengaruhi penggunaan protein dan metabolisme tubuh. Pada ayam, anti tripsin dapat menghambat proteolisis dalam usus karena terbentuknya tripsin – anti tripsin komplek yang tidak aktif, sehingga mengurangi level tripsin yang aktif. Sedang pada tikus anti tripsin dapat menaikkan kebutuhan akan asam amino yang mengandung sulfur. Cama dan Morton (1950) melaporkan adanya senyawa anti-tripsin pada kacang tanah, mengakibatkan kurangnya efisien penggunaan nitrogen yang telah diserap oleh tubuh. Anson (1938-39), Lord dan Wakelam (1950), mendapatkan bahwa anti tripsin pada kedele mempunyai efek menekan pertumbuhan tikus. Sedang anantharaman dan Carpenter (1969) menunjukkan bahwa anti tripsin pada kacang tanah dapat mengakibatkan pembengkakan pankreas tikus.


  1. Struktur penghambat tripsin
a. Penghambat tripsin kedele
Dari semua penghambat protease alami, anti tripsin kedelai merupakan yang paling intensif dipelajari dan merupakan protein yang aktif secara biologikal pertama yang diisolasi dari sumber nabati. Anti tripsin sebagai penghambat protease alami, telah diimplikasi sebagai penghambat pertumbuhan dan pangkreas hipertropi pada hewan percobaan non-ruminan.
Brown dan kawan-kawan (1966) telah memberikan sumbangan penting struktur primer molekul anti tripsin kedelai. Sebagai bagian studi reduksi dan reoksidasi ikatan disulfida protein yang esensial untuk aktivitas penghambatan, mereka telah berhasil menentukan urutan asam amino sekitar jembatan disulfida pada protein tersebut. Dari studi mereka telah diperlihatkan adanya dua zone yang mengandung sistem (Zona A dan B). Dan studi lebih lanjut diperoleh informasi bahwa satu peptida asam sisteat telah diperoleh dari Zona A dan empat peptida asam sisteat diperoleh dari Zona B.
Urutan peptida yang berasal dari Zona B dapat dilihat pada gambar 1.

            Peptida B1

GLU-ARG-CySO3H-W PRO-LEU-THR

        W                                                                          
   W: peptide yang diisolasi setelah pemecahan oleh natrium dalam ammonia cair (wilchek dkk, 1965)
Gambar 1. Penentuan urutan asam amino peptida asam sisteat yang diisolasi dari Zona B.

Nampaknya, kelompok peptida pada Zona B merupakan bagian molekul anti tripsin kedelai yang mengandung satu jembatan disulfida. Urutan asam amino yang diusulkan untuk bagian ini adalah :

H2N-GLU-ARG-CYS-PRO-LEU-THR-COOH

H2-(TRY)-LEU-CYS-VAL-GLY-ILU-PRO-THR-GLU-HOOC

Gambar 2. Susunan urutan asam amino peptida Zona B.

Peptida A1 ditemukan mengandung 16 residu asam amino, dua diantaranya adalah asam sisteat. Peptida A1 mudah pecah oleh panas, subtilisin dan alkalin proteinase Aspergillis orisi. Pemecahan utama diamati dengan ketiga enzim pada ikatan GLN-GLN sebagai tambahan, pronase menunjukkan aktivitas amino peptidase yang jelas menbebaskan valin dari terminus N asal dan glutamine dari terminus N produk
Terdapatnya pemecahan enzimatik antara dua residu glutamine menyederhanakan penetapan lokasi amida dalam urutan tersebut glutamine pertama menjadi residu terminal C dari peptide pendek yang dibebaskan setelah putaran ketiga degradasi Edman. Asam amino tersebut telah diidentifikasi pada asam amino acid analyzer sebagai puncak pada kedudukan serin yang lenyap pada hidrolisis asam, menghasilkan asam glutamat. Kedudukan glutamine kedua telah dideduksi dari pengamatan produk yang diperoleh pada pemecahan peptide A1 dengan pronase.
Peptida A, merupakan satu-satunya peptida asam sisteat yang ditemukan pada zona A dan urutan asam aminonya sama sekali berbeda dari peptide zona B. Oleh sebab itu peptida A, haruslah berasal dari bagian molekul penghambat tripsin kedele yang mengandung ikatan disulfida kedua. Karena dua residu asam sisteat ditemukan pada peptide ini, maka nampaknya satu dari ikatan disulfida penghambat tripsin kedelai (STI) adalah bagian dari suatu struktur siklik kecil atau ‘loop” yang bertahan pada pemecahan molekul pepsin. Struktur yang diusulkan untuk “loop” ini adalah:

 H2N-VAL-PHE-CyS-PRO-GLN-GLN-ALA


 

HOOC-GLY-ILU-ASP-GLY-CyS-LyS-ASP-ASP-GLU


Gambar 1. Diagram dua kemungkinan struktur anti trripsin kedele yang menunjukkan hubungan sisi aktif dengan dua jembatan sistin.


b. Struktur penghambat Bowman-Birk
-       Sifat kepala ganda penghambat Bowman-Birk direfleksikan pada struktur primer.
-       Ada homologi internal dalam susunan asam amino penghambat Bowman-Birk.
-       Homologi internal berupa separuh pertama tiap molekul penghambat merupakan homologi separuh kedua dari molekul yang sama.

Gambar 2. Internal Homologi pada tipe penghambat Bowman – Birk.

Keterangan gambar internal homologi penghambat Bowman-Birk :
-        Sisi reaktif ditunjukkan pada tiap separuh molekul.
-        Residu pada sisi reaktif selaras dengan spesifisitas proteinase.
-        Sisi reaktif pada penghambat Bowman-Birk
o  Anti-tripsin                  : Lys-X, Arg-X
o  Anti-Kimotripsin         : Leu-X, Tyr-X, Phe-X
o  Anti-elastrase              : Ala-X

  1. Mekanisme aksi penghambat proteinase
Penghambatan enzim proteolitik (tripsin dan kimotripsin) oleh senyawa antitripsin terjadi karena pembentukan ikatan kompleks antara enzim proteolitik dan senyawa antitripsin, jadi karena adanya interaksi proteion-protein. Pertama, akan terjadi pemutusan ikatan disulfide antara arginin-isoleusin pada senyawa inhibitor oleh enzim tripsin untuk membentuk senyawa inhibitor modifikasi. Selanjutnya terjadi ikatan antara gugus hidroksil serin yang terdapat pada sisi aktif enzim tripsin dan gugus karbonil arginin yang terdapat pada senyawa inhibitor modifikasi yang baru dibebaskan.
Senyawa kompleks tripsin-inhibitor yang terbentuk menyebabkan enzim proteolitik tersebut kehilangan aktivitasnya sehingga tidak mampu memecah protein dan menyebabkan daya cerna protein akan menurun. Daya hambat suatu senyawa inhibitor terhadap aktivitas enzim tripsin berbanding lurus dengan jumlah senyawa inhibitornya.

Gambar 3. Mekanisme penghambatan enzim proteolitik oleh senyawa antitripsin
  1. Sifat molekuler dan penghambatan penghambat Bowman-Birk

-          Sifat molekuler penghambat Bowman-Birk
o    Berukuran relative kecil
o   Memiliki berat molekul sekitar 8kDa.
o   Terdiri dari rantai polipeptida runggal
o   Memiliki 60 – 80 residu.
-          Penghambat Bowman-Birk mengandung sisi reaktif kira-kira 20% residu.
o   Sisi reaktif terdapat sebagai system.
o   Mengandung tinggi serin dan asam aspartat
o   Tidak mengandung triptofan
o   Mengandung rendah metionin, valin, fenilalanin, dan tirosin.
-          Penghambat Bowman-Birk dapat terdapat dalam berntuk isoinhibitor (bentuk jamak) dibedakan dari spasi dasar stuktural molekul.
o   Kemajemukan berasal dari modifikasi lewat-sintetik (post-synthetic)
§  Hal ini disebabkan oleh deamidasi sebagian atau proteolitik sebagian yang timbul sebagai artifak dari penggunaan pesipitasi asam TCA selama prosesdur isolasi analisa.
o   Kemajemukan berasal dari produk gen
-          Penghambat Bowman-Birk berkepala ganda
o   Berkerja secara simultan dan tidak saling bergantung
o   Pasangan sisi reaktif umum: Tripsin-Keinotripsin, tripsin-tripsin, dan tripsin-elastase.

  1. Sifat Fisiologikal dan Peranan Nutrisional Penghambat Tripsin

   Kapasitas relatif berbagai sumber penghambat tripsin menghambat pertumbuhan dan memperbesar pankreas sangat bervariasi. Bentuk jamak penghambat-tripsin telah dijumpai pada bahan makanan.
            Produk protein kedele yang diproses dengan semestinya merupakan sumber protein kualitas baik yang murah untuk kebutuhan manusia. Makanan legum merupakan sumber protein yang penting dan ekonomikal untuk konsumsi manusia. Dan produksi dunia bijian berminyak dan legum  utama yang mengandung 20-41% protein mencapai hamper 150 juta metrik ton pada tahun 1970.
            Pada tahun 1917 Osborne dan Mendel mengamati bahwa kedele tidak dapat mendukung pertumbuhan tikus, kecuali kedele tersebut telah dikukus selama 3 jam. Senyawa yang menghambat pertumbuhan, memperbesar pankreas, dan menyebabkan pengaruh fisiologikal dan biokhemikal lain pada tahun 1974 dan Anderson tahun 1979.                       Untuk konversi maksimum protein kedele mentah dan legume lain menjadi pruduk berkualitas baik, kondisi perlakuan panas harus menginaktifkan senyawa anti nutrisional di samping merubah protein kasar menjadi bentuk yang lebih mudah dicerna. Legum biasanya defisien asam amino yang mengandung sulfur, metionin, dan sistin. Bioavulabiltas metionin dan sitin pada “navy beans” yang di autoclave adalah rendah. Setelah perlakuan panas, protein utama navy beans menjadi kurang mudah dipengaruhi hidrolisis enzimatik in vitro dibanding albumin serum sapi yang diperlakukan serupa. Beberapa peneliti telah menunjukkan kemudahan disergap digesti proteolitik rendah pada protein legum. Sedang Thompson dan Liener pada tahun 1978 melaporkan bahwa nilai cerna in vivo protein navy bean mentah bebas penghambat tripsin, sangat rendah.
Disini akan dibahas sejauh mana penghambat tripsin kedele bertanggung jawab terhadap pengaruh anti nutrisional produk protein kedele mentah dan setengah masak serta mekanisme penghambatan pertumbuhan dan pembengkokan pankreas.







a.      Faktor biologikal-fisiologikal pada bahan makanan mentah
i.      Sumber penghambat tripsin
Sejumlah efek merugikan terdapat pada hewan monogastrik yang diberi makan kedele mentah atau bagian kedele yang memiliki aktivitas tinggi penghambat tripsin.

Sifat Faktor yang labil terhadap panas pada kedele:
1.    Menghambat pertumbuhan
2.    Menghambat proteolisis
3.    Menurunkan daya cerna protein
4.    Meningkatkan daya cerna protein
5.    Memperbesar pankreas
6.    Memacu synthesis pankreatik protein; fosfolipida, asam nukleat
7.    Menstimulasi sekresi enzim pankreatik
8.    Menstimulasi sekresi empedu
9.    Menurunkan energi yang dapat dimetabolisasikan
Secara umum, sekresi berlebihan enzim pankreatik, diawali oleh penghambat protease dan protein tak terdenaturasi dalam tepung kedele mentah serta makanan legum lain. Pemacuan aktivitas enzim yang diakibatkan pembentukan kompleks dengan enzim pencernaan, tripsin dan khimotripsin dalam saluran usus. Pemacuan kronis, mengarah terjadinya pankreatik hiperthropi dan penghambatan pertumbuhan.
            Penghambat tripsin kedele Kunitz dan Bowman-Birk murni yang menghambat khimotripsin lebih besar dari tripsin, juga memacu sekresi enzim pankreatik, memperbesar pankreas, dan menghambat pertumbuhan, tapi tidak sejauh bungkil kedele mentah. Penghambat tripsin dan khimotripsin lain, menstimulasi pankreas dan menghambat pertumbuhan, termasuk kima beans, kidney beans, field beans, kentang, putih telur, dan penghambat tripsin buatan p-amino benzanat. Pada hewan, penghambat tripsin kacang tanah menghambat pertumbuhan tikus dan menyebabkan pankreatik hiperthropik, sedang hyacinth beans dan jagung Opoque-2 tidak. Penghambat tripsin setengah murni telah diisolasi dari bekatul beras alfalfa, namun pengaruh nutrisional pada hewan belum diketahui. Jagung opoquw-2, kulit beras, dan alfalfa secara relative mengandung level tinggi anti-tripsin ditinjau dari kandungan proteinnya. Padatan kentang yang dapat larut, dapat menghambat pertumbuhan ayam dan mengandung 58 unit penghambat tripsin per mg sampel, sedang tepung kedele bebas lemak mengandung 72-100 unit. Khlolesistokinin (CCK), suatu hormone dalam mukosa usus duabelas jari yang mengatur digesti protein dan aktivitas pankreatik, juga mengakibatkan hiperthropi pankreatik menghambat pertumbuhan dan menghambat tripsin.


ii. Pola profil enzim pankretik

Secara umum, pankreas hewan yang diberi diit yang mengandung berbagai tipe penghambat protease, memiliki level jauh lebih tinggi protein, asam nukleat, dan enzim setelah puasa dibandingkan hewan yang yang dipuaskan yang diberi diet kontrol. Apabila level enzim diukur setelah hewan diberi makan, hewan yang menerima penghambat protease biasanya mempunyai level lebh rendah enzim pankreatik dibanding hewan hewan yang tidak mendapatkan penghambat. Penghambat protease menstimulasi sistesis protein dan sekresi enzim dari pankreas. Penghambat proteolinsis, terdapatnya protein tak tercerna dalam saluran usus, dan penurunan pembebasan asam amino dalam diet kedele mentah menginduksi reaksi kompensasi dalam pankreas dan pengaruh stimulasi umum pada sekresi endogenus lain. Pengaruh ini menjelaskan hubungan antara penekanan energi yang dapat dimetaboliska, observasi lemak rendah, dan perubahan metabolisme karbohidrat pada tikus dan ayam yang diberi kedele mentah. Penambahan 0,5% penghambat tripsin kedele Kunitz pada diet bungkil kedele panggang, dihasilkan penghambatan level nitrogen dari usus halus sampai coecum (usus buntu). Aktivitas enzim pankreatik tetap meningkat sepanjang saluran usus. Pengaruh demikian serupa dengan hewan yang diberi bungkil kedele mentah. Studi demikian menunjukkan bahwa kebanyakan penghambatan nitrogen dan aktivitas enzim, berasal dari pankreas.
Rackis pada tahun 1972 dan 1974 serta Dijkhof dan kawan-kawan tahun 1977 telah menemukan perubahan kompleks yang terjadi pada synthesis dan sekresi enzim pankretik setelah pemberian makanan bungkil kedele mentah, fraksi beningan kedele, dan penghambat tripsin murni. Perbedaan berarti pada profil enzimatik dan kecepatan relative sinthesis enzim khusus dipengaruhi oleh banyak faktor seperti: umur, kondisi pemberian makan, level dan tipe penghambat protease, dan cara yang digunakan mengukur aktivitas enzim. Dalam membandingkan kecepatan relatif sinthesis protein pankreatik akibat pemberian makan kaya protein, kaya karbohidrat, atau bungkil kedele mentah, diperoleh informasi, bahwa keseluruhan adaptasi pada diet kaya protein dan kedele, adalah serupa, dalam hal terdapat kenaikan sinthesis amilase. Aktivitas enzimatik pada saluran usus ayam yang diberi makan anti-tripsin kedele dan telor adalah serupa, dan kedua anti-tripsin tersebut dapat mengakibatkan pembesaran pankreas.
iii. Perbedaan spesies
Pengaruh bungkil kedele mentah dan diet penghambat tripsin pada pertumbuhan dan pankreas berbagai hewan dapat dilihat pada tabel berikut ini.


Tabel 1. Pengaruh Biologikal Bungkil Kedele Mentah pada Berbagai Hewan

*). Hewan dewasa dapat mempertahankan berat tubuh, namun masih terdapat pengaruh pada pankreas.
**). Mula-mula terjadi sekresi di bawah normal, namun akhirnya normal.
+). Penghambatan pertumbuhan dan hiperthropi pankreatik dan sekresi berlebihan.
-).  Tidak ada pengaruh
+). Sekresi di bawah normal (rendah)
?). Tidak diketahui. Namun dua orang dewasa dalam 9 hari uji coba pemberian makan menunjukkan neraca nitrogen positif baik pada diet tepung kedele mentah  yang telah dikukus.

Satu-satunya laporan pada manusia oleh Lewis dan Taylor pada tahun 1947 menunjukkan baha dua orang dewasa yang diberi makan 180 gr tepung kedele mentah, neraca nitrogennya 80% dari yang diberi tepung yang telah dikukus. Hiperthropi pankreatik merupakan tanggapan fisiologikal yang peka pada tikus muda. Pemberian oral hanya 2 mg penghambat tripsin Kunitz  per g berat badan per hari, sangat memacu synthesis asam nukleat, fasfolipida, dan protein dalam pankreas tikus baru lahir. Pankreas tikus yang masih menyusu lebih peka disbanding yang telah disapih terhadap perangsangan nutrisional oleh penghambat tripsin. Lebih jauh dikatakan, perubahan biokimiawi ekstensif terjadi dalam pankreas, sebelum perbedaan pertambahan berat berarti diamati pada tikus yang diberi makan penghambat tripsin dan diet kontrol.
iv. Mekanisme Hiperthropi pankreatik-Penghambatan Pertumbuhan

Penghambatan pertumbuhan hewan muda terjadi akibat kehilangan berlebihan protein yang disekresikan pankreas dalam feses. Karena enzim pankreatik kaya akan asam amino yang mengandung sulfur, kehilangan protein endogenous tidak dapat dikompensasikan oleh protein kedele diet, yang seperti halnya pada hampir semua protein nabati, pembatas utamanya adalah sistein dan metionin. Suplementasi diet bungkil kedele mentah dengan asam amino esensial akan menanggulangi panghambatan pertumbuhan, tapi tidak menghentikan hiperthropi pankreatiknya. Pada hewan dewasa, karena kebutuhan protein yang lebih rendah, umunya tidak terdapat kehilangan berat, tapi terdapat hiperthropi pankreatik.
Mekanisme penghambatan pertumuhan dan pembengkokan pankreas oleh penghambat tripsi belumlah sepenuhnya diketahui, namun gambaran esensialnya dapat dilihat pada gambar berikut ini.


Gambar 4. Kurva pertumbuhan tikus yang diberi pakan diet kedele dan kasein dari umur sapih sampai dewasa (sampai 300 hari).

Percobaan dengan tikus telah menunjukkan bahwa sekresi enzim pankreatik diatur oleh mekanisme umpan balik negatif.

Penurunan level tripsin dan khimotripsin dalam usus dijembatani oleh pembetukan kompleks dengan protein dan penghambat tripsin, menghasilkan pembebasan CCK dari sisi pengikatan dalam mukosa usus. Pembebasan CCK juga dihambat oleh tripsin bebas. Jika CCK disuntikkan berulang akan mempunyai aktivitas penghambat tripsin, mengakibatkan hiperthropi pankratik dan menghambat pertumbuhan.

v. Kepentingan Nutrisional pada Manusia
Penghambatan tripsin dan protein diet nampaknya sama-sama merangsang aktivitas pankreatik melalui mekanisme umum. Hanya saja perbedaan terletak pada tingkat perangsangannya.
Peranan praktis penghambat tripsin pada nutrisi mausia pada saat ini sifatnya masih spekulatif. Pada manusia hanya 30% dari tripsin manusia dihambat oleh berat ekivalen penghambat tripsin kedelai, jadi diperlukan lebih banyak tripsin untuk mengimbangi penekanan sekresi enzim pankreatik manusia oleh tripsin dalam saluran usus. Bentuk kationik yang mendominasi tripsin manusia, hanya lemah dihambat oleh penghambat tripsin kedele, sedangkan bentuk anionic dihambat secara sempurna. Jadi diasumsikan terdapat hubungan kausal antara tingkat penghambatan in vitro dan hipertropi in vivo.


b. Level ambang batas biologikal penghambat tripsin

Jangka pendek (pemberian pakan kedele)
Penghambat tripsin merupakan salah satu faktor utama yang bertanggung jawab terhadap pengaruh merugikan bungkil kedele mentah, namun masih terdapat ketidak pastian mengenai level ambang batas biologikal penghambatan tripsin.

  1. Anti-tripsin dalam Biji  kecipir dan usaha penghilangannya

Di samping memiliki beberapa sifat yang menguntungkan, biji kecipir mengandung zat penghambat yang dapat mengurangi kegunaan dari biji kecipir itu sendiri. Biji kecipir mengandung senyawa anti-gizi, tetapi lebih sedikit bila dibandingkan kedelai. Anti gizi tersebut antara lain anti tripsin dan khemotripsin, hemaglutinnin atau fitohemaglutinnin dan taninh (Kortt,1979 dalam Anonim,1981; Sathe dan Salunke,1981).
Senyawa anti gizi diketahui dapat mempengaruhi pendayaguanaan protein oleh tubuh. Menurut Liener (1969), senyawa anti gizi dapat mengganggu pencernaan protein karena menghambat aktivitas enzim protease.
Rackis (1966), melaporkan bahwa hampir seluruh pembengkakan pankreas pada tikus yang diberi pakan tepung kedelai mentah disebabkan oleh anti tripsin, tapi hanya 30-60 % penekanan pertumbuhan tikus disebabkan oleh anti tripsin tersebut, karena di samping anti tripsin komponen yang memiliki berat molekul rendah pada kedelai juga mempunyai pengaruh penekanan pertumbuhan.
Mekanisme terjadinya penekanan pertumbuhan dan pembengkakan pancreas secara keseluruhan belum diketahui, tetapi beberapa sifat penting dapat dilihat pada gambar berikut ini.


Gambar 5. Pengaturan sekresi tripsin.

Selama pencernaan, protein bahan makanan juga membentuk komplek dengan tripsin yang menyebabkan penurunan level tripsin yang ada, hal ini berlangsung terus dan mendorong pancreas untuk kembali mengeluarkan enzim ke dalam usus (Scheeman dkk, 1977 dalam Rackis dan Gumbmann, 1981). Bahan makanan yang mempunyai daya cerna protein rendah seperti tepung kedelai mentah dan kacang-kacangan lainnya memberi pengaruh yang sama dalam memacu sekresi enzim tersebut (KAkade dkk, 1973, Evan dan Bauer, 1978, Bressani dkk, 1977, Thomson dan Liener, 1978 dalam Rackis dan Gumbmann, 1981). Kemungkinan besar Kholesistokinin berpengaruh langsung untuk merangsang dan melakukan seleksi pada sintesa dan sekresi enzim pancreas. Penyuntikan berulang-ulang kholesistokinin dengan anti tripsin akan menyebabkan pembengkakan pankreas dan penekanan pertumbuhan.

Mekanisme pembengkakan pankreas :
tripsin dalam usus besar berfungsi untuk mengatur sekresi enzim-enzim pancreas yaitu dengan  cara penghambatan umpan balik. Dengan adanya anti tripsin maka tripsin dalam usu besar diikan sehingga pengaruh penghambatan umpan balik tersebut hilang. Hal ini mengakibatkan pengeluaran enzim-enzim pankreas berlebihan sehingga mengakibatkan pembengkakan pankreas.

Kecipir (Psophocarpus tetragonolobus) termasuk familia kacang-kacangan yang mengandung anti-tripsin (Anonim, 1981). Besarnya kandungan anti tripsin biji kecipir berbeda-beda tergantung varietasnya. deLumen dan Salamat (1980), melaporkan aktivitas anti tripsin biji kecipir sama dengan 3.691 TIU (Trypsin Inhibitory Unit) per gram (untuk varietas Chimbu) dan 1.176 TIU per gram (untuk varietas Tpt 1). Noor dan Rahardjo (1981), melaporkan bahwa biji kecipir segar mengandung anti tripsin 64 unit per mg DB, sedangkan Balgrove (1979) mendapatkan kandungan anti tripsin biji kecipir sama dengan 3 persen jumlah protein. Batasan unit anti tripsin tersebut berbeda-beda karena ditentukan menurut metode yang digunakan.
Inaktivasi anti tripsin dengan pemanasan dalam keadaan lembab telah banyak dilakukan. Rackis (1966), melaporkan bahwa pemansan dalam keadaan lembab dapat menurunkan aktivitas anti tripsin sebanding dengan perubahan nilai gizinya. Dengan pemanasan protein efisinsikedelai menjadi dua kalinya sehingga nilainya mendekati protein efisiensi kasein, di samping itu akan mengurangi factor pembengkakan pancreas sampai 95%. Pemanasan lembab kedelai utuh pada suhu 1000C selama 20 menit dapat mengurangi aktivitas anti tripsin dari 30,9 mg/g sample menjadi 1,0 mg/g. neurecee dkk (1972), menunjukkan bahwa efek penghambatan tripsin dapat dicegah dengan cara pemanasan lembab anti tripsin pada suhu 1100C. Anti tripsin dapat dinonaktifkan dengna pemanasan dengan keadaan lembab yaitu dengan pemanasan dalam autoclave pada suhu 1300C selama sepuluh menit atau perebusan selama 30 menit setelah direndam dalam air selama 10 jam.

9. Uji Biologikal Biji Kecipiir
Cara-cara pengukuran kualitas protein umumnya menggunakan hewan-hewan percobaan. Berbagai faktor antara lain : latar belakang genetik, diet sebelumnya, stres lingkungan dan faktor lain dapat mempengaruhi respon terhadap diet sebelumnya, stres lingkungan dan faktor lain dapat mempengaruhi respon terhadap diet. Banyak faktor tersebut dapat dikendalikan selama percobaan berlangsung pada hewan percobaan yang umur harapannya relatif pendek (Noor, 1987)
Noor dan Pamudji Raharjo (1982) mendapatkan bahwa perendaman biji kecipir utuh pada pH 5, suhu kamar, selama  empat jam , menghasilkan total inaktivasi penghambat tripsin kecipir, ditera dengan metode agar. Sedang perlakuan sama pada pH 9, tidak menghasilkan inaktivasi yang memuaskan. Keadaan ini berbeda dengan penghambat tripsin lain yang telah dilaporkan oleh peneliti lain, khususnya penghambat Kunitz maupun Bowman-Birk.
Penelitian “Bioassay penghambat-tripsin Biji Kecipir” ini, bertujuan untuk menguji hasil pengamatan perilaku penghambat tripsin biji kecipir selama perendaman pada berbagai pH, yang ditera dengan metode agar.

Dalam penelitian ini terdapat tiga tahapan yaitu :
a.       Penyiapan biji kecipir
b.      Formulasi pakan, dan
c.       Uji pemberian pakan (Feeding trial).
a.      Pernyiapan biji kecipir
Sebelum digunakan dalam formulasi pakan untuk percobaan pemberian pakan, pbiji kecipir yang dibeli dari pasar wonsari, pertama-tama dibersihkan dan disortasi, kemudian diberi perlakuan seperti terlihat pada skema berikut :

Gambar 6. Skema uji biologikal biji kecipir

b.      Formulasi pakan
Dari analisis proksimat dan anti tripsin biji kecipir dengan berbagai perlakuan, diperoleh data sperti terlihat pada tabel berikut ini.

Tabel 2. Komposisi kimia biji kecipir



Dari hasil analisis biji kecipir ini, kemudian diformulasikan berbagai pakan dengan susunan seperti terlihat pada tabel 3.


Tabel 3. Susunan untuk stiap 6000 g pakan tikus.

c.       Uji pemberian pakan (Feeding trial)
Pada uji pemberian pakan pertama, terjadi kegagalan karena tikus percobaan tidak mau makan pakan kecipir, meskipun telah diulangi dengan beberapa modifikasi,  antara lain, pemberian pakan dilakukan secara paksa (force feeding). Konsekuensi dari perubahan ini, tikus yang digunakan adalah tikus dewasa, karena tikus 21 hari tidak mungkin diberi makan secara paksa dengan peralatan2 yang ada.

Dari hasil penelitian tersebut, telah diperoleh diamati beberapa hal, antara lain :

a.       Pankreas
Beberapa peneliti telah melaporkan bahwa adanya anti-tripsin dalam pakan dapat mengakibatkan pembengkakan pankreas tikus. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini telah diamati pankreas tikus pada akhir uji coba pemberian pakan, sebagai salah satu tolok ukur ada tidaknyya anti-tripsin dalam pakan percobaan. Karena sulitnya memisahkan seluruh pankreas tikus dari jaringan lain, maka pengukuran berat, panjang, lebar, serta tebal pankreas tikus terpaksa dilaksanakan. Sebagai ganti, dilakukan pengamatan histologi pankreas tikus.
Setelah diteliti tidak ditemukan adanya kelainan pada jaringan dari semua preparat pankreas yang dibuat dari tikus yang diberi pakan standar, kecipir tanpa perlakuan, kecipir pH 3, kecipir pH 5, maupun kecipir pH 9, sampai dengan hari ke 28.
Tiadanya kelainan histologis pada pankreas tikus, mungkin juga disebabkan karena anti-tripsin kecipir tidak menghambat trinsip pankreas tikus sebagaimana dinyatakan oleh Rackis (1972) yang mengemukakan, bahwa ttidak semua anti-protease menghambat tripsin pankreas. Namun demikian, hal ini masih perlu dikonfirmasikan lebih lanjut.

b.      Hati
Karena pengamatan pankreas tidak memperoleh gambaran yang jelas mengenai perilaku anti-tripsin kecipir, maka dicoba mengamati hati tikus percobaan.
Tabel 4. Berat hati tikus (g) yang diberi berbagai pakan

            Dari data berat hati tikus, terlihat adanya kecenderungan pengecilan hati tikus yang diberi pakan kecipir.

  1. Efek Pengolahan terhadap antitripsin

Ada dua hal penting yang dipertimbangkan mengapa pengolahan pangan perlu dilakukan. Yang pertama adalah untuk mendapatkan bahan pangan yang aman untuk dimakan sehingga nilai gizi yang dikandung bahan pangan tersebut dapat dimanfaatkan secara maksimal. Yang kedua adalah agar bahan pangan tersebut dapat diterima, khususnya diterima secara sensori, yang meliputi penampakan (aroma, rasa, mouthfeel, aftertaste) dan tekstur (kekerasan, kelembutan, konsistensi, kekenyalan, kerenyahan).

Di satu sisi pengolahan dapat menghasilkan produk pangan dengan sifat-sifat yang diinginkan yaitu aman, bergizi dan dapat diterima dengan baik secara sensori. Di sisi lain, pengolahan juga dapat menimbulkan hal yang sebaliknya yaitu menghasilkan senyawa toksik sehingga produk menjadi kurang atau tidak aman, kehilangan zat-zat gizi dan perubahan sifat sensori ke arah yang kurang disukai dan kurang diterima seperti perubahan warna, tekstur, bau dan rasa yang kurang atau tidak disukai. Dengan demikian diperlukan suatu usaha optimasi dalam suatu pengolahan agar hal-hal yang diinginkan tercapai dan apa yang tidak diinginkan ditekan sampai minimal.
Pengolahan bahan pangan dengan panas dan pengaturan pH dapat menginaktivasi antitripsin karena antitripsin peka terhadap panas dan pH tinggi.

Inaktivasi penghambat tripsin

-          Inaktivasi dengan penggunaan panas lembab
o   121°C 30menit mengurangi 80% aktivitas anti-tripsin kacang tanah
o   108°C 15menit menonaktifkan tripsin
o   110°C mencegah efek anti-tripsin

-          Inaktivasi dengan menaikkan pH
o   Kenaikan pH mempersingkat waktu yang diperlukan untuk destruksi anti-tripsin
o   Penambah NaOH menurunkan suhu yang diperlukan untuk destruksi anti-tripsin
o   Pada 60°C 30menit pH<6, anti-tripsin mudah terekstrasi dan dibebaskan dalam bentuk terikat tidak aktif
o   Protein nabati sukar larut pada pH 3-6 (pH isoelektrik), sedangkan anti-tripsin mudah larut pada pH 3-6, sehingga dapat menghilangkan anti-tripsin tanpa pengaruh besar pada kandungan protein

-          Inaktivasi dengan penggunaan panas lembab 60°C 30 menit pH>6 memudahkan ikatan disulfida anti-tripsin terhidrolisis.

-          Berbagai fraksi anti-tripsin memiliki perbedaan kepekaan terhadap panas
o   Fraksi II dan III sangat stabil pada larutan asam, karena mengandung rendah sistein
o   Fraksi V paling tidak stabil, identik dengan Kunitz inhibitor dan anti-tripsin STTIA2
o   Fraksi IV1 dan IV2 memiliki ketahan sedang, karena kaya sistein, identik dengan SBTIA1 dan STBIA2
o   Fraksi pada umunya, tidak tahan pada 70°C larutan NaOH
Dengan pengolahan yang tepat menggunakan panas dan pengaturan pH, antitripsin dapat diinaktivasikan. Hal ini dapat berpengaruh baik terhadap kesehatan, sebagaimana diketahui, adanya antitripsin dapat membengkakkan pankreas dan menghambat pertumbuhan.






























DAFTAR PUSTAKA




Anonymous. 2010. Pengaruh Sampingan Proses Pengolahan. http://rdsastro.blogspot.com /2010/04/pengaruh-atau-efek-sampingan-pengolahan-terhadap.html Tanggal akses 14 Mei 2010

Noor, Zuheid. 1992. Senyawa Anti Gizi. Pusat Antar Universitas – Pangan dan Gizi Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar